Innovation never stop

Just another WordPress.com weblog

Inovasi Teknologi Nano

Posted by pitrajaya on August 19, 2008

Detektor Plastik Menagkap Energi Dunai Gelap

Para ilmuwan Kanada menemukan suatu metode baru pembuatan detektor dari bahan plastik yang peka terhadap sinar inframerah. Detektor hasil rekayasa teknologi nano ini nantinya bisa digunakan pada berbagai produk elektronik, dari kamera digital, sel surya, hingga rumah cerdas di masa depan.

Tim Toronto berhasil mengembangkan suatu metode yang mampu menghasilkan partikel-partikel ukuran nanometer (satu per miliar meter) pada suatu permukaan secara presisi. Posisi partikel-partikel itu membentuk suatu konfigurasi yang memungkinkan radiasi inframerah ditangkap secara efisien dan diubah menjadi aliran listrik.

Temuan peneliti Universitas Toronto mendapat apresiasi dari para ahli maupun kalangan industri. Sebab, temuan itu diyakini bisa memberikan solusi terhadap masalah-masalah krusial saat ini, seperti pemanfaat energi Matahari secara efisien dengan biaya rendah.

Radiasi inframerah

Setiap benda memancarkan radiasi pada seluruh panjang gelombang. Namun, intensitas maksimum dari radiasi ini sangat ditentukan oleh suhu benda tersebut. Kaidah yang dikenal sebagai radiasi benda hitam (black body radiation) ini telah diteliti sejak tahun 1860 oleh G Kirchhoff, yang kemudian disempurnakan oleh fisikawan Max Planck tahun 1900 melalui teori kuantum.

Korona Matahari, misalnya, yang bersuhu sangat tinggi, yaitu beberapa juta derajat Celcius, sangat efisien memancarkan sinar X. Demikian pula ledakan dahsyat yang terjadi di Matahari, flare, sangat cemerlang bila diamati pada panjang gelombang sinar X.

Sementara itu, permukaan matahari (fotosfer) lebih banyak memancarkan cahaya putih (white light) daripada spektrum lainnya. Hal ini dapat dipahami sebab suhu fotosfer hanya sekitar 6.000 derajat Celsius.

Bagaimana dengan radiasi dari benda-benda di sekitar kita? Pada siang hari permukaan Bumi menyerap sinar Matahari sehingga suhunya naik. Ketika malam tiba, benda-benda itu mengalami penurunan suhu seraya memancarkan radiasi inframerah (panas).

Mata manusia hanya peka terhadap cahaya tampak (visible light) dan tidak mampu menangkap sinar inframerah. Itu sebabnya, mungkin, kita tidak menyadari kehadiran sinar inframerah di sekitar kita. Padahal sinar inframerah yang merupakan energi dari “dunia gelap” karena tak kasatmata ini begitu melimpah. Apabila bisa ditangkap secara optimal, tentu akan menjadi sumber energi bersih yang potensial.

Persoalannya, bagaimana menangkap energi sinar inframerah secara efisien? Tantangan inilah yang mendorong para peneliti di Universitas Toronto melakukan riset dalam teknologi nano untuk menciptakan detektor inframerah.

Menjaring energi

Detektor sinar inframerah telah digunakan cukup lama dalam astronomi, yaitu untuk menangkap obyek-obyek yang sangat redup cahaya, seperti kabut gelap tempat kelahiran bintang-bintang. Dalam beberapa tahun terakhir ini detektor inframerah juga digunakan dalam perburuan exoplanet (planet-planet di luar tata surya). Charge-Coupled Device (CCD) yang digunakan sebagai detektor dibuat menggunakan bahan semikonduktor yang sulit diproduksi secara seragam (homogen) dalam ukuran besar.

Inovasi teknologi nano oleh tim peneliti Universitas Toronto memungkinkan pembuatan detektor inframerah dalam ukuran sangat besar dengan biaya rendah. Dengan teknologi ini, dinding rumah kita pun nantinya bisa dilapisi bahan plastik yang peka sinar inframerah sehingga bisa berfungsi sebagai alat pembangkit listrik.

“Kami membuat partikel-partikel dari kristal semikonduktor dengan ukuran tepat dua, tiga, atau empat nanometer,” kata Sargent. Partikel nano begitu kecilnya sehingga menyebar dalam suatu larutan seperti partikel pada cat. Melalui suatu proses, mereka berhasil mengatur jarak antarpartikel nono itu secara akurat sehingga dapat menangkap cahaya inframerah.

Profesor Peter Peumans dari Universitas Stanford yang turut mengevaluasi makalah tim Universitas Toronto mengakui hasil penelitian tersebut bisa dikategorikan suatu terobosan teknologi. “Menurut perhitungan kami, dengan meningkatkan efisiensi dalam pendeteksian sinar inframerah dan cahaya tampak sekaligus, sel surya dari bahan plastik yang dibuat tim Universitas Toronto nanti akan mampu menjaring 30 persen energi sinar Matahari. Sementara sel surya dari bahan plastik terbaik saat ini hanya menangkap 6 persen spektrum energi Matahari,” kata Peumans.

Matahari memberikan energi yang ramah lingkungan dan tak akan habis dalam beberapa miliar tahun ke depan. Temuan para peneliti Universitas Toronto tentu akan berdampak besar pada pemanfaatan energi matahari di masa datang.

source : http://www2.kompas.com

Leave a comment